Tari Persembahan / "Pasambahan"
Tari Pasambahan adalah salah satu seni tari tradisonal khas suku Minang yang berkembang di berbagai daerah di provinsi Sumatera Barat.
Tarian ini ditampilkan dalam acara penyambutan tamu yang dimaksudkan
sebagai ucapan selamat datang dan ungkapan rasa hormat kepada tamu
kehormatan yang baru saja sampai. Namun saat ini, tari pasambahan
ditampilkan tidak hanya dalam acara penyambutan tamu, tetapi juga dalam
seni pementasan dan pertunjukan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat
banyak.
Tari pasambahan ditampilkan saat kedatangan tamu yang datang dari
jauh, atau saat kedatangan pengantin pria ke rumah pengantin wanita.
Tamu yang datang kemudian dipayungi dengan payung kebesaran sebagai penghormatan terhadap tetamu yang datang. Setelah tari pasambahan ditampilkan, kemudian acara dilanjutkan dengan suguhan daun sirih dalam carano kepada sang tamu. Pada saat upacara Pernikahan, suguhan daun sirih diberikan kepada pengantin pria sebagai wakil dari rombongan. Daun sirih di carano tersebut juga biasanya disuguhkan kepada kedua orang tua pengantin
|
Menyambut kedatangan Tamu para Pejabat Diplomatik Negara Sahabat bersama Gubernur Sumatra Barat Bp.Irwan prayitno |
|
Tari Persembahan dalam Penyambutan Tamu Para Pejabat Diplomat Negara Sahabat |
" Tari Piring atau Tari Piriang "
Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisional di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan Piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan. Tari Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam
tari piring gerak dasarnya terdiri daripada langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek.
Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah
mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan
membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
Setelah masuknya Islam ke Ranah Minang, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa.
Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi
masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.