Tari Gending Sriwijaya
Gending
Sriwijaya merupakan lagu daerah dan juga tarian yang cukup populer dari kota
Palembang Sumatera Selatan. Lagu Gending Sriwijaya ini dibawakan untuk
mengiringi tari Gending Sriwijaya. Baik lagu maupun tarian ini menggambarkan
keluhuran budaya, kejayaan, dan keagungan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah
berjaya mempersatukan wilayah Barat Nusantara Lirik lagu ini juga menggambarkan
kerinduan seseorang akan zaman di mana pada saat itu Sriwijaya pernah menjadi
pusat studi agama Buddha di dunia.
Tari Gending Sriwijaya dari
Sumatera Selatan ini dibawakan untuk menyambut tamu-tamu agung. Konon, biasanya
tarian ini dibawakan oleh sebanyak 13 orang penari, yang terdiri dari 9 orang
penari inti dan 4 orang pendamping dan penyanyi :
-
Satu orang penari utama pembawa tepak (tepak,
kapur, sirih),
-
Dua orang penari pembawa peridon (perlengkapan
tepak),
-
Enam orang penari pendamping (tiga dikanan dan
tiga kiri),
-
Satu orang pembawa payung kebesaran (dibawa oleh
pria),
-
Satu orang penyanyi Gending Sriwijaya,
-
Dua orang pembawa tombak (pria).
Tari Pagar Pengantin
Tarian ini berasal dari Palembang provinsi Sumatera Selatan Indonesia.
Tarian Pagar Pengantin Resepsi Pernikahan Lola & Rio, Gd. Manggala Wanabakti, 14 Februari 2013 |
Pernikahan Abdi & Ria, Gd. Balai Sudirman, Jakarta 31 Januari 2016 |
Team Penari Saat berfoto bersama sesaat menjelang tampil. |
Tarian yang dilakukan oleh pengantin wanita ini dan di iringi oleh penari pengantin lainnya menggambarkan tarian terakhir dari pengantin wanita untuk melepaskan masa lajang, tarian ini dilakukan didepan mempelai pria dan menggambarkan bahwa pengantin wanita tersebut hanya akan bertindak didalam lingkaran / tampah menunjukkan bahwa wanita pengantin tersebut sekarang ruang geraknya terbatas karena sudah menikah.
Tari Tanggai
Tari Tanggai merupakan tarian
tradisional dari Sumatera Selatan yang juga dipersembahkan untuk menyambut tamu
kehormatan. Berbeda dengan tari Gending Sriwijaya, Tari Tanggai dibawakan oleh
lima orang dengan memakai pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot,
pending, kalung, sanggul malang, kembang urat atau rampai, tajuk cempako, kembang
goyang, dan tanggai yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga.Tari ini
merupakan perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah. Tarian
ini menggambarkan masyarakat Palembang yang ramah dan menghormati, menghargai
serta menyayangi tamu yang berkunjung ke daerahnya.
Tari Mejeng Besuko
Tarian mejeng basuko adalah
tarian khas muda mudi Sumatera Selatan (Sumsel). Tarian ini menggambarkan muda
mudi yang berkumpul dan bersenda gurau untuk menarik hati lawan jenisnya. Tak
jarang ada yang sampai jatuh hati dan mendapatkan jodoh dari pertemuan
tersebut.
Tari Rodat Cempako
Tarian Rodat Cempako adalah tarian khas masyarakat Sumsel yang
dipengaruhi oleh gerakan dari Timur Tengah. Tarian Rodat Cempako ini merupakan
tarian masyarakat Sumsel yang bernafaskan Islam.
Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi memperingati Maulid Nabi di kalangan ummat Islam di Palembang. Kesenian ini menggunakan syair atau syiiran berbahasa arab yang bersumber dari Kitab Al-Berzanji, sebuah kitab sastra yang masykur di kalangan ummat Islam. Isi dari sholawat rodat adalah bacaan sholawat yang merupakan puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW.
Sesuatu yang khas dari kesenian ini ialah
tarian yang mengiringi syair yang dilagukan dan musik rebana yang
dinyanyikan secara bersama-sama (berjamaah). Tarian inilah yang disebut
dengan “Rodat”. Tarian ini ditarikan dengan “Leyek” (menari sambil
duduk).
Di Palembang sendiri Rodat ini biasanya tergabung
dalam PSA (Persatuan Syaropal Anam), di mana selain Rodat juga melakukan
arakan pengantin ataupun kegiatan kesenian islam lainnya.
Tari Rodat cempako merupakan tari rakyat
bernafaskan islam. Gerak dasar tari ini diambil dari Negara asalnya
Timur Tengah, seperti halnya dengan tari Dana Japin dan Tari Rodat
Cempako sangat dinamis dan lincah
Sekarang ini bukan hanya lelaki yang melakukan rodat ini tetapi wanita pun ikut melakukan rodat.
Tari Madik / Nindai
Tari Madik /
Nindai adalah tarian khas Sumatera Selatan yang menggambarkan proses pemilihan
calon menantu. Di Sumatera Selatan terdapat kebiasaan dimana orang tua pria
akan berkunjung ke rumah calon menantunya untuk melihat dan menilai (Madik dan
Nindai) sendiri artinya memperhatikan, mengamati, kepribadian dan kebiasaan sehari-hari
calon menantu tersebut.
Tari Tenun / Tari Rampak Kipas Songket Brada
Menenun merupakan bagian dari kegiatan sehari hari Gadis Palembang zaman dahulu
sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Hasil tenun songket Palembang terkenal
memiliki corak yang indah dengan menggunakan benang yang dilapisi emas.
Tradisi menenun dahulu kerap dilakukan oleh perempuan Palembang.
Sementara, hasil kain tenun menjadi bahan baku utama dalam pembuatan
pakaian adat perkawinan yang dikenakan oleh mempelai perempuan.
Terinspirasi dari tradisi menenun itulah kemudian lahir sebuah garapan tari kreasi yang berjudul tari rampak kipas songket brada. Tarian ini menceritakan tentang ketekunan dan kegembiraan para gadis Palembang dalam kegiatan menenun songket.
Secara umum, tari rampak kipas songket brada merupakan tari kreasi yang ditarikan oleh lima orang penari. Jumlah tersebut bukanlah aturan baku dalam tarian, sehingga jumlah penari bisa ditambah dan dikurangi sesuai dengan besar kecilnya panggung yang digunakan.
Terinspirasi dari tradisi menenun itulah kemudian lahir sebuah garapan tari kreasi yang berjudul tari rampak kipas songket brada. Tarian ini menceritakan tentang ketekunan dan kegembiraan para gadis Palembang dalam kegiatan menenun songket.
Secara umum, tari rampak kipas songket brada merupakan tari kreasi yang ditarikan oleh lima orang penari. Jumlah tersebut bukanlah aturan baku dalam tarian, sehingga jumlah penari bisa ditambah dan dikurangi sesuai dengan besar kecilnya panggung yang digunakan.
Tradisi menenun di masyarakat Palembang, Sumatera Selatan, sudah ada
sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Hasil tenun songket Palembang terkenal
memiliki corak yang indah dengan menggunakan benang yang dilapisi emas.
Tradisi menenun dahulu kerap dilakukan oleh perempuan Palembang.
Sementara, hasil kain tenun menjadi bahan baku utama dalam pembuatan
pakaian adat perkawinan yang dikenakan oleh mempelai perempuan.
Terinspirasi dari tradisi menenun itulah kemudian lahir sebuah
garapan tari kreasi yang berjudul tari rampak kipas songket brada.
Tarian ini menceritakan tentang ketekunan dan kegembiraan para gadis
Palembang dalam kegiatan menenun songket.
Secara umum, tari rampak kipas songket brada merupakan tari kreasi
yang ditarikan oleh lima orang penari. Jumlah tersebut bukanlah aturan
baku dalam tarian, sehingga jumlah penari bisa ditambah dan dikurangi
sesuai dengan besar kecilnya panggung yang digunakan.
Dari garapan kostum, tari rampak kipas songket brada menggunakan baju
kurung khas Palembang yang telah dimodifikasi. Meski telah
dimodifikasi, ciri khas sebagai baju adat khas Palembang tidak hilang.
Hal tersebut terlihat dari warna emas yang mendominasi warna pakaian,
selain juga penggunaan kain songket di bagian bawahnya. Sementara bagian
kepala penari dihias dengan mahkota bunga serupa kembang goyang. Tidak
lupa kipas yang digunakan sebagai properti terpenting dalam pementasan
tarian ini.
Gerakan tari rampak kipas songket brada didominasi oleh gerakan
tangan. Gerakan tangan tersebut menggambarkan para gadis Palembang yang
bergembira dalam tradisi menenun membuat kain songket. Di bagian akhir
pementasan, para penari akan mengeluarkan kipas sebagai ciri utama dalam
pementasan tarian ini.
Sementara dari garapan musiknya, tari kreasi rampak kipas songket
brada diiringi oleh alunan musik dari perpaduan alat musik pukul seperti
kendang dan perkusi yang diperdengarkan secara rampak. Tidak lupa
dengan tambahan alunan akordian sebagai ciri khas dari musik Melayu
Sumatera. Tempo musik dibuat berubah-ubah disesuaikan dengan gerak
tarian.
Meski sebagai tari kreasi, tarian asal Palembang ini juga kaya akan
makna di dalamnya. Makna tarian ini mengangkat arti penting
mempertahankan tradisi songket di masyarakat Palembang. Apalagi tradisi
tersebut telah lama ada dalam kebudayaan masyarakat Palembang. Songket
juga menjadi simbol yang mengikat persaudaran sesama masyarakat
Palembang dengan masyarakat nusantara dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar